Menghabiskan tiga tahun pertama hidupnya di hutan, tempat keluarganya mengungsi demi keselamatan ketika Indonesia menginvasi Timor Timur pada Desember 1975. Setelah ayahnya dibunuh oleh ABRI karena pekerjaannya dalam gerakan perlawanan, ia yang berusia sembilan tahun direkrut oleh jaringan Fretilin klandestin dan memulai perjalanannya yang luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan Timor Timur.
Selama masa remajanya, dia dipenjara dan disiksa beberapa kali karena menentang rezim brutal Indonesia. Akhirnya, dalam bahaya yang terlalu besar untuk tetap tinggal di tanah airnya, dia melarikan diri ke Indonesia dan kemudian Australia selama beberapa tahun.
Buku Timor Timur (2017) diterjemahkan dari buku memoar yang ditulisnya dalam bahasa Inggris, Resistance (2007), tentang pengalamannya selama masa itu.
Setelah Timor Leste merdeka, ia bekerja di beberapa lembaga internasional seperti UNDP, UN, GIZ dan OXFAM. Pada 2017 dia menjadi Presiden Dewan Radio dan Televisi Timor-Leste (RTTL). Tinggal di Dili.
Di Festival ini, ia akan berbagi pengalaman saat menulis bukunya, pada Sabtu 23 Januari 2021 pukul 14.00 WIB.